Senin, 23 Oktober 2017

KAJIAN KITAB HADIS: SHAHIH IBNU HIBBAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG
Kodifikasi hadis telah dimulai pada akhir abad pertama hijriah yang dilakukan oleh Ibnu Syihab al-Zhuhri (124 H / 724 M), namun usaha kodifikasi hadis baru sangat gencar dilakukan oleh ulama hadis pada abad ke-2 dan ke-3 hijriah. Pada abad kedua, mitab hadis paling popular adalah al-Muwaththa’ karya Imam Malik bin Anas (179 H / 795 M). kemudian pada abad ke-3 H, kodifikasi hadis mengalami masa puncaknya. Pada masa ini bermunculan sejumlah ulama hadis terkenal sebagai penyusun kitab hadis, walaupun abad ke-3 ini merupakan puncak penyusunan kitab hadis sehingga yang dapat kita kenal dengan kutub al-sittah, namun kitab-kitab hadis itu terutama kutub al-sittah belum dapat menampung, merangkum, dan menampilkan semua hadis Nabi baik kuantitas dan kualitasnya.
Salah seorang pakar hadis pada abad ke-3 H adalah Ibnu Hibban dengan karya monumentalnya at-Taqasim wa al-Anwa’ yang merupakan buah karyanya menutut ilmu kepada ahli hadis di masanya.
Dalam makalah kali ini, penulis berkesempatan untuk mengkaji kitab shahih Ibnu Hibban, bagaimana biografi pengarangnya dan kajian yang berkaitan dengan kitab Shahih Ibnu Hibban.

B.  RUMUS MASALAH
1.      Bagaimana biografi Ibnu Hibban?
2.      Apa saja yang berkaitan dengan kajian kitab shahih Ibnu Hibban?

C.  TUJUAN PENULISAN
1.      Mengenal lebih dalam tentang Ibnu Hibban.
2.      Mengetahui kajian-kajian kitab Shahih Ibnu Hibban.
3.      Memenuhi tugas kuliah.


BAB II
PEMBAHASAN
1.  Biografi Ibnu Hibban
a)      Nama dan kelahirannya
Nama lengkapnya ialah Muhammad bin Hibban bin Ahmad bin Hibban Abu Hatim at-Tamimi al-Busti as-Sijistani. “At-Tamimi” adlaah nisbat kepada Tamim, moyang kabilah arab yang terkenal dan yang bersambung nasabnya sampai kepada Adnan. Dengan demikianIbnu Hibban adlah seorang keturunan arab asli yaitu Arumiyah, hanya saja ia dilahirkan di Afghanistan.[1]
Inu Hibban dilahirkan di kota kuno yang saat itu dianggap sebagai salah satu wilayah sijistan  dan posisinya saat ini masuk ke dalam wilayah Afghanistan. Kota tersebut bernama Bust, salah satu kota di pegunungan tepatnya di Timur Sijistan. Juga, kota yang terletak di tepi kiri sungai Hilmand, ke arah selatan dari tempat yang bersambung dengan sungai Arghandab. Dengan demikian, kota ini meiliki posisi yang sangat bagus karena terletak di sudut antara dua sungai, di wilayah yang sungainya dapat digunakan untuk pelayaran dan perdagangan. Karena letaknya menjadikan kota ini sebagai pusat perdagangan menuju India.[2]
Ibnu Hibban dilahirkan pada tahun 280-an Hijriyah. Tidak seorangpun menyebutkan tahun kelahirannya secara pasti. Akan tetapi mereka sepakat bahwa ia meninggal pada tahun 354 H pada usia 80 tahunan.[3]
b)     Perjalanan Menuntut Ilmu
Imam az-Zahabi berkata, “ia menuntut ilmu di atas tahun 300 H.” Menunjukan bahwa ia menuntut ilmu sendirian dan ketika itu usianya 20-an tahun. Meskipun sedikit terlambat dalam menuntut ilmu tetapi ia sangat sungguh-sungguh dan memaksimalkan kemampuannya dalam belajar. Bekalnya dalam hal ini ialah tekad yang kuat, yang dapat mempersingkat jarak-jarak yang jauh dan mendekatkan kepada negeri-negeri yang terpencil.[4]
Ia datang menemui para masyaikh pada masanya ke negeri-negeri mereka dan juga mendatangi ulama-ulama senior pada zamannya di kota-kota dan desa-desa mereka untuk mendapatkan sanad yang lebih tinggi.[5]
Perjalanannya mencakup Sijistan, Harah, Marwa, Sinj, Sughd, Syasy (Tasyiqand, uzbekhistan), Bukhara, Nasa, Nisabur, Bashrah, Baghdad, Mesir, dan lainnya. Jumlah keseluruhan masyaikhnya dalam perjalanan menuntut ilmu mencapai dua ribu lebih. Ia berkata (Ibnu Hibban), “Barangkali kita telah menulis dari dua ribu syaikh lebih, mulai dari syasy[6] sampai Iskandariyah[7].[8]

c)      Guru-gurunya
Guru-gurunya Ibnu Hibban disini adalah mereka yang darinya ia meriwayatkan hadis shahih di dalam kitabnya. Di antara dua ribu syaikh tersebut ia telah  menyeleksi lebih dari 150 syaikh. Kemudian ia bersandar kepada sekitar dua puluh syaikh di antara mereka. Merekalah syaikh yang paling tsiqah, paling kuat hafalannya, dan paling tinggi sanadnya.
Diantara syaikh-syaikhnya ialah (dimulai dari bedasarkan jumlah hadis-hadis yang diriwayatkan oleh masing-masing, dari yang paling banyak dan seterusnya), antara lain:
No
Nama
Keterangan
1
Abu Ya’la Ahmad bin Ali bin Mutsanna al-Maushul
Seorang imam, hafizh, dan syaikh Islam. Serta ahli hadis al-maushul dan seorang tsiqah serta kokoh. Kepadanya berakhir ketinggian sanad (sanad ‘ali). Bahkan ia lebih tinggi sanadnya daripada an-Nasa’i. Para ahli hadis memperebutkannya serta menyepakati ke-tsiqah-an dan agamanya. Jumlah hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban adalah 1174 hadis.
2
Hasan bin Sufyan Asy-Syaibani
Seorang imam dan hafizh yang kokoh. Jumlah hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban adalah 815 hadis.
3
Abu Khalifah fadhl bin Hubab Al-Jumahi Al-Bashri
Imam, ‘Allamah, ahli hadis, sastrawan, sejarawan, dan syaikh pada masanya. Jumlah hadis yang diriwayatkan darinya adalah 732 hadis.
4
Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad Al-Azdi
Imam, hafizh, dan faqih. Jumlah hadis yang diriwayatkan Ibnu Hibban darinya ialah 463 hadis.
5
Abu Abbas Muhammad bin Hasan al-Asqalani
Imam yang tsiqah dan ahli hadis yang agung. Hadis yang diriwayatkan darinya 464 hadis.
6
Abu Hafs Umar bin Muhammad al-Hamdani
Imam, hafizh, dan pengembara. Hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban adalah 357 hadis.
7
Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad bin Salm Al-Maqdisi al-Firyabi
Imam, ahli hadis, dan ahli ibadah yang tsiqah. Hadis yang diriwayatkan darinya 313 hadis.
8
Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah An-Naisaburi
Imamnya para imam, hafizh, hujjah, faqih syaikh Islam. Hadis yang diriwayatkan darinya berjumlah 301 hadis.
9
Abu Bakar Umar bin Sa’ad bin Ahmad bin Sa’ad Ath-Tha’i
Imam, ahli hadis, panutan, ahli ibadah. Hadis yang diriwayatkan darinya berjumlah 281 hadis.
10
Abu Ishaq Imran bin Musa bin Nujasti al-Jurjani
Imam, ahli hadis, hujjah, dan hafizh. Hadis yang diriwayatkan darinya berjumlah 232 hadis.
11
Muhammad bin Ishaq Abu Abbas As-Sarraj Al-Khurasani
Imam dan hafizh yang tsiqah. Jumlah hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban adalah 173 hadis.
12
Abu Arubah Husain bin Muhammad Al-Hawwani
Imam dan hafizh yang panjang umurnya dan jujur. Jumlah hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban adalah 167 hadis.
13
Husain bin Idris bin Mubarak Abu Ali Al-Anshari
Imam, ahli hadis yang tsiqah, dan petualang. Jumlah hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban adalah 136 hadis.
14
Abu Abdillah Muhammad bin Abdurrahman Al-Harawi
Imam, ahli hadis yang tsiqah, dan al-hafizh. Jumlah hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban adalah 112 hadis.
15
Abu Ja’far Muhammad bin Ahmad An-Nasawi Ar-Rayani
Hafizh dan ahli hadis yang tsiqah. Jumlah hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban adalah 99 hadis.
16
Abu Ali Husain bin Abdullah bin Yazid al-Qaththan Ar-Raqqi
Hafizh dan ahli sanad yang tsiqah. Jumlah hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban adalah 90 hadis.
17
Husain Muhammad bin Abdullah bin Ja’far bin Abdullah bin Junaidi ar-Razi
Imam, ahli hadis, dan Hafizh yang banyak memberikan faedah. Jumlah hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban adalah 91 hadis.
18
Abdan Abdullah bin Ahmad bin Musa bin Ziyad al-Jawaliqi Al-Ahwazi
Hafizh, hujjah, dan Allamah. Jumlah hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban adalah 73 hadis.
19
Abu Ja’far Ahmad bin Yahya bin Zuhair At-Tusturi
Imam, Hujjah, ahli hadis yang pandai, tokoh para hfizh, dan syaikh Islam. Jumlah hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban adalah 75 hadis.
20
Abu Abdillah Ahmad bin Husain bin Abdul Jabbar bin Rasyid Al-Baghdadi
Syaikh dan ahli hadis yang tsiqah  serta panjang umurnya. Jumlah hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban adalah 70 hadis.
21
Ishaq bin Ibrahim bin Ismail Al-Busti
Seorang ahli hadis. Jumlah hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban adalah 69 hadis.

Mereka inilah yang paling banyak hadis-hadisnya yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam kitabnya (Shahih Ibnu Hibban).[9]

d)     Murid-muridnya
Murid-murid yang mengambil ilmu darinya sangat banyak, serta untuk memperoleh sanad yang tinggi. Murid-murid mendatanginya dari segala penjuru. Al-Hakim salah satu muridnya berkata “perjalanan kepadanya adalah untuk mendengarkan kitab-kitabnya.”
Kecintaannya untuk menyebarkan ilmu dan usaha kerasnya untuk menyiarkan dan mendermakan di barengi dengan firasat yang benar dan matahati yang tajam. Sehingga ia dapat menerawangi siapa saja yang berkompeten untuk mempelajari ilmu, lalu ia mengkhususkannya dengan perhatian yang lebih. Karena Ibnu Hibban mencurahkan perhatiannya kepada murid yang dia perhatikan memiliki kepandaian dan melihat tanda-tanda prestasi padanya, maka sebagian dari murid-muridnya menjadi ulama besar dan para tokoh huffazh. Di antara mereka:
1) Imam dan al-Hafizh Abu Abdullah al-hakim an-naisaburi Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Hamdawaihi Adh-Dhabi, penulis kitab al-mustadrak ‘Ala Ash-Shahihaini.
2) Abu Abdullah Muhammad bin Abi ya’qub ishaq bin Muhammad bin yahya bin Mandah al-Abdi al-Ashfahani. Pemilik kitab ma’rifah ash-Shahabah, at-Tauhid, al-Kuna dan lainnya.
3) Abu Hasan Ali bin Umar bin Ahmad bin Mahdi ad-Duruqutni, salah satu lautan ilmu dan imam dunia dalam hafalan, pemahaman, dan kewara’an. Ia adalah penyusun kitab as-Sunan al-Illal dan lainnya.
4) Abu Ali Mansur bin Abdullah bin Khalid bin Ahmad Adz-Zuhali al-Khalidi al-Harawi.
5) Abu Umar Muhammad bin Ahmad bin Sulaiman bin Ghaitsah an-Naquti.
6) Abu Hasan Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Harus al-Zauzani.[10]

e)      Pencapaian keilmuannya
Di antara yang membangkitkan ketakjuban terhadap Ibnu Hibban adalah apa yang menjadi keitimewaannya sepanjang perjalanan dan pencariannya, berupa tekad yang tak pernah tertimpa kemunduran dan keinginan untuk mendapatkan faedah yang tak tertandingi. Penanya tidak pernah beristirahat dari menulis apa yang didengarkan oleh kedua telinganya dari para masysyaikhnya. Sampai-sampai kadang ia melampaui batas dalam hal itu.[11]
Ilmu yang sanat mantap dan dikuasainya serta paling mahir, dan menjadi salah satu dari tokohnya adalah ilmu hadis. Dia menjadi imam, al-hafizh, Allamah yang tsiqah dan kokoh, serta menjadi peneliti hadis.[12]
Ibnu Hibban juga seorang fuqaha (ahli fikih) dalam mazhab syafi’i dan menjadi qhadi dalam waktu yang lama lebih dari satu negeri, di antaranya Nasa, Samarkand, dan lainnya. Selain itu pula ia ahli dalam bahasa arab, ilmu kalam (teologi). Karena ia mendalami teoogi, ia terpengaruh dalam nalarnya dan memberi warna dalam pemikirannya dan tampak jelas dalam pembagian-pembagian bab-bab, serta metode penataan kitabnya ini berdasarkan qism-qism dan nau-nau[13] yang merupakan salah satu buah dari keterpengaruhannya dengan ilmu kalam.[14]
Selain itu pula ia seorang ilmuwan kedokteran dan astronomi. Sampai-sampai Ibnu hajar berkata, “ia adalah pemilik berbagai macam ilmu, kepandaian yang melampaui batas, dan hafalan yang luas sampai ke puncak. Semoga Allah merahmatinya.”[15]

f)      Wafatnya
Setelah mengarungi perjalanan hidup yang penuh jihad berkesinambungan dalam perjalanan hidupnya. Ketika ia sedang berada di engah keluarga, para sahabat,  dan para muridnya, ajal menjemputnya pada malam jum’at, delapan hari tersisa bulan syawal, pada tahun 354 H pada usia 80 tahunan. Dia dimakamkan setelah shalat jum’at diserambi yang telah ia bangun di samping rumahnya di daerah Bust. Makamnya terkenal dan diziarahi banyak orang.[16]

g)     Karya-karyanya

1. At-Taqasim wa Al-Anwa`.
2. Al-Hidayah ila ‘Ilm As-Sunan.
3. ‘Ilal Auham At-Tawarikh, dalam sepuluh jilid.
4. ‘Ilal Hadits Az-Zuhri, dua puluh jilid.
5. ‘Ilal Hadits Malik, sepuluh jilid.
6. Ma Khalafa Fihi Ats-Tsauri Syu’bah, tiga jilid.
7. Ma Infarada Fihi Ahlu Al-Madinah min A-Sunan, dalam sepuluh jilid.
8. Ma Infarada Fihi Ahlu Makkah min As-Sunan, sepuluh jilid
9. Ma ‘Inda Syu’bah ‘an Qatadah wa Laisa ‘inda Sa’id ‘an Qatadah, dua jilid
10. Ghara’ib Ak-Akhbar, dua puluh jilid
11. Ma Aghraba al-Kufiyun ‘an Al-Bashriyin, sepuluh jilid
12. Asami Man Yu’raf bi Al-Kuna, tiga jiilid
13. Kuna Man Yu’raf bi Al-Asami, tiga jilid
14. Al-Fashl wa Al-Washl dalam sepuluh jilid
15. At-Tamyiz baina Hadits Nadhar Al-Huddani wa Nadhar Al-Khazzaz, dua jilid
16. Al-Jam’u baina Al-Akhbar al-Mutadhaddah, dua jilid
17. Washf Al-Ulum wa Anna’iha, tiga puluh jilid
18. Al-Fashl baina An-Naqalah, sepuluh jilid.
19. Ats-Tsiqât,
20. Ma’rifah Al-Majruhin min Al-Muhadditsin wa Adh-Dhu’afa wa Al-Matrukin
21. Masyahir Ulama Al-Amshar
22. Raudhah Al-‘Uqala` wa Nuzhah Al-Fudhala`.[17]


II. Kajian Kitab Shahih Ibnu Hibban
1. Tentang Kitab
Nama asli kitab sebelum dinamakan Shahih Ibnu Hibban yaitu At-Taqasim wa Al-Anwa`. Nama lengkap kitab sesuai pemberian penulisnya ialah Al-Musnad Ash-Shahih ‘Ala At-Taqasim wa Al-Anwa` min Gairi Wujud Qath’in fi Sanadiha wa La Tsubut Jarhin fi Naqiliha (Musnad yang shahih berdasarkan pembagian-pembagian dan jenis-jenis tanpa ada keterputusan dalam sanadnya dan tanpa tetapnya cacat pada orang-orang yang meriwayatkannya).[18]
Nama ini disebutkan ‘Alauddin yang menata dan membagi bab-bab kitab ini, akan tetapi ia hanya membatasi pada lafazh At-Taqasim wa al-Anwa’. Dalam penamaan ini Ibnu Hibban mengikuti gurunya, Ibnu Khuzaimah, yaitu al-Musnad as-Shahih al-Muttashil bi naqli al-‘Adl ‘an al-Adl min Ghoiri Qat’in fi as-Sanadi wa la Jarhin fi Naqalah (Musnad yang shahih dan bersambung dengan penukilan orang yang adil dari orang yang adil, tanpa ada keterputusan pada sanad dan tanpa aib orang-orang yang meriwayatkannya).[19]

2. Latar Belakang Penulisan Kitab
Latar belakang penulisan kitab ini yaitu Ibnu Hibban melihat banyak manusia yang berpaling dari sihah as-Sunah, banyak sekali hal-hal aneh dan lemah masuk di dalam hadis. Atas dasar cinta Ibnu Hibban terhadap Sunnah Rasul SAW kemudian ia mengarang kitab Shahih Ibnu Hibban ini. kecintaannya tidak hanya terwujud dalam bentuk karyanya saja, akan tetapi ia memberikan pernyataan; “hendaklah manusia menghafal Sunan dan berpegang teguh dengan metode yang benar seperti yang telah dilakukan oleh ulama klasik”.[20]

3. Penamaan Shahih
Kitab ini ditahqiq oleh imam Amir ‘Alauddin Abu Hasan ‘Ali bin Balban bin Abdullah al-Farisi al-Misri al-Hanafi (‘Alauddin Ali bin Balban al-Farisi) yang menata ulang sistematika pembahasan yang berdasarkan bab-bab tertentu karena sebelumnya kitab Shahih Ibnu Hibban ini belum disusun berdasarkan penyusunan bab yang sistematik atau musnad. Sehingga kemudian kitab ini dikenali sebagai Shahih Ibnu Hibban bi Tartib Ibn Balban (Shahih Ibnu Hibban dengan susunan oleh Ibnu Balban).

4. Syarat-syarat Perawi Versi Ibnu Hibban
Ada lima syarat perawi yang ditetapkan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya:
a) adil dalam agama dengan Satr al-Jamil
b) jujur di dalam hadis dengan kemasyhurannya
c) hadis yang diceritakan  bisa dimengerti oleh perawi
d) mengetahui kesulitan makna hadis yang diriwayatkan
jika ke-lima hal ini ada pada perawi, maka hadisnya bisa dijadikan hujjah, tapi jika tidak, maka hadisnya ditolak.[21]
Meskipun syarat-syarat yang ditetapkan Ibnu Hibban sangatlah ketat, pada beberapa hal justru Ibnu Hibban melanggar syarat-syarat yang ia tetapkan. Dalam ke-tsiqahan ia lebih cenderung memberi dispensasi, dalam jarh ia sangat ketat, sehingga Muhammad bin Fadl as-Sudusi yang dijuluki ‘Arim dan terkenal ke-tsiqahannya malah ia jarh dengan sesuatu yang tidak pantas.[22]


[1] Alauddin Ali bin Balban al-Fari, Shahih Ibnu Hibban bit Tartib Ibn Balban, (Beirut: Lebanon, 1997). Hlm. 7
[2] Ala’uddin ‘Ali bin Balban al-Fari, Shahih Ibnu Hibban bit Tartib Ibn Balban, hlm. 7-8.
[3] Ala’uddin ‘Ali bin Balban al-Fari, Shahih Ibnu Hibban bit Tartib Ibn Balban, hlm. 10.
[4] Ala’uddin ‘Ali bin Balban al-Fari, Shahih Ibnu Hibban bit Tartib Ibn Balban, hlm. 10.
[5] Ala’uddin ‘Ali bin Balban al-Fari, Shahih Ibnu Hibban bit Tartib Ibn Balban, hlm. 10.
[6] Negeri Islam yang paling ujung saat itu.
[7] Negeri paling akhir yang mungkin dicapai oleh seorang ahli hadis  yang sedang mencari sunnah-sunnah Nabi SAW ketika itu. Sebab setelah dinasti Fatimiyah tidak ada peraturan ilmiah dengan dinasti ini.
[8] Ala’uddin ‘Ali bin Balban al-Fari, Shahih Ibnu Hibban bit Tartib Ibn Balban, hlm. 10.
[9] ‘alauddin ‘Ali bin Balban al-Fari, Shahih Ibnu Hibban bit Tartib Ibn Balban, hlm. 12-16
[10] ‘Alauddin ‘Ali bin Balban al-Fari, Shahih Ibnu Hibban bit Tartib Ibn Balban, hlm. 26-27
[11] Alauddin Ali bin Balban al-Fari, Shahih Ibnu Hibban bit Tartib Ibn Balban, hlm. 17
[12] ‘Alauddin ‘Ali bin Balban al-Fari, terj. Shahih Ibnu Hibban bit Tartib Ibn Balban, hlm. 16
[13] Artinya jenis atau genus. Penggunaan istilah ini tidak biasa digunakan oleh para ahli hadis dan fuqaha.
[14] ‘Ala’uddin ‘Ali bin Balban al-Fari, terj. Shahih Ibnu Hibban bit Tartib Ibn Balban, hlm. 18
[15] ‘Ala’uddin ‘Ali bin Balban al-Fari, terj. Shahih Ibnu Hibban bit Tartib Ibn Balban, hlm. 19
[16] Ala’uddin ‘Ali bin Balban al-Fari, terj. Shahih Ibnu Hibban bit Tartib Ibn Balban, hlm. 30
[17] Ala`uddin ’Ali bin Balban al-Fâri, Terj. Shahih Ibnu Hibban bit Tartib Ibn Balban, hlm. 30
[18] ‘Ala’uddin ‘Ali bin Balban al-Fari, Shahih Ibnu Hibban bit Tartib Ibn Balban, hlm. 34.
[19] ‘Ala’uddin ‘Ali bin Balban al-Fari, Shahih Ibnu Hibban bit Tartib Ibn Balban, hlm. 34
[20] Ali Hamid Sa’ad bin Abdullah, Op-cit, hlm. 160.
[21] Ali Hamid Sa’ad bin Abdullah, Op-cit, hlm. 163-164
[22] Ali Hamid Sa’ad bin Abdullah, Op-cit, hlm. 167

Tidak ada komentar:

Posting Komentar