BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kodifikasi
hadis telah dimulai pada akhir abad pertama hijriah yang dilakukan oleh Ibnu
Syihab al-Zhuhri (124 H / 724 M), namun usaha kodifikasi hadis baru sangat
gencar dilakukan oleh ulama hadis pada abad ke-2 dan ke-3 hijriah. Pada abad
kedua, mitab hadis paling popular adalah al-Muwaththa’ karya Imam Malik bin
Anas (179 H / 795 M). kemudian pada abad ke-3 H, kodifikasi hadis mengalami
masa puncaknya. Pada masa ini bermunculan sejumlah ulama hadis terkenal sebagai
penyusun kitab hadis, walaupun abad ke-3 ini merupakan puncak penyusunan kitab
hadis sehingga yang dapat kita kenal dengan kutub al-sittah, namun kitab-kitab
hadis itu terutama kutub al-sittah belum dapat menampung, merangkum, dan
menampilkan semua hadis Nabi baik kuantitas dan kualitasnya.
Salah seorang
pakar hadis pada abad ke-3 H adalah Ibnu Hibban dengan karya monumentalnya
at-Taqasim wa al-Anwa’ yang merupakan buah karyanya menutut ilmu kepada ahli
hadis di masanya.
Dalam makalah
kali ini, penulis berkesempatan untuk mengkaji kitab shahih Ibnu Hibban,
bagaimana biografi pengarangnya dan kajian yang berkaitan dengan kitab Shahih
Ibnu Hibban.
B. RUMUS MASALAH
1.
Bagaimana
biografi Ibnu Hibban?
2.
Apa saja yang
berkaitan dengan kajian kitab shahih Ibnu Hibban?
C. TUJUAN PENULISAN
1.
Mengenal lebih
dalam tentang Ibnu Hibban.
2.
Mengetahui
kajian-kajian kitab Shahih Ibnu Hibban.
3.
Memenuhi tugas
kuliah.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Biografi Ibnu Hibban
a)
Nama dan
kelahirannya
Nama lengkapnya
ialah Muhammad bin Hibban bin Ahmad bin Hibban Abu Hatim at-Tamimi al-Busti
as-Sijistani. “At-Tamimi” adlaah nisbat kepada Tamim, moyang kabilah arab yang
terkenal dan yang bersambung nasabnya sampai kepada Adnan. Dengan demikianIbnu
Hibban adlah seorang keturunan arab asli yaitu Arumiyah, hanya saja ia
dilahirkan di Afghanistan.[1]
Inu Hibban
dilahirkan di kota kuno yang saat itu dianggap sebagai salah satu wilayah
sijistan dan posisinya saat ini masuk ke
dalam wilayah Afghanistan. Kota tersebut bernama Bust, salah satu kota di
pegunungan tepatnya di Timur Sijistan. Juga, kota yang terletak di tepi kiri
sungai Hilmand, ke arah selatan dari tempat yang bersambung dengan sungai
Arghandab. Dengan demikian, kota ini meiliki posisi yang sangat bagus karena
terletak di sudut antara dua sungai, di wilayah yang sungainya dapat digunakan untuk
pelayaran dan perdagangan. Karena letaknya menjadikan kota ini sebagai pusat
perdagangan menuju India.[2]
Ibnu Hibban dilahirkan pada tahun 280-an
Hijriyah. Tidak seorangpun menyebutkan tahun kelahirannya secara pasti. Akan
tetapi mereka sepakat bahwa ia meninggal pada tahun 354 H pada usia 80 tahunan.[3]
b)
Perjalanan
Menuntut Ilmu
Imam az-Zahabi berkata, “ia menuntut ilmu di
atas tahun 300 H.” Menunjukan bahwa ia menuntut ilmu sendirian dan ketika itu
usianya 20-an tahun. Meskipun sedikit terlambat dalam menuntut ilmu tetapi ia
sangat sungguh-sungguh dan memaksimalkan kemampuannya dalam belajar. Bekalnya
dalam hal ini ialah tekad yang kuat, yang dapat mempersingkat jarak-jarak yang
jauh dan mendekatkan kepada negeri-negeri yang terpencil.[4]
Ia datang menemui para masyaikh pada masanya
ke negeri-negeri mereka dan juga mendatangi ulama-ulama senior pada zamannya di
kota-kota dan desa-desa mereka untuk mendapatkan sanad yang lebih tinggi.[5]
Perjalanannya mencakup Sijistan, Harah, Marwa,
Sinj, Sughd, Syasy (Tasyiqand, uzbekhistan), Bukhara, Nasa, Nisabur, Bashrah, Baghdad,
Mesir, dan lainnya. Jumlah keseluruhan masyaikhnya dalam perjalanan menuntut
ilmu mencapai dua ribu lebih. Ia berkata (Ibnu Hibban), “Barangkali kita telah
menulis dari dua ribu syaikh lebih, mulai dari syasy[6]
sampai Iskandariyah[7].[8]
c)
Guru-gurunya
Guru-gurunya Ibnu Hibban disini adalah mereka
yang darinya ia meriwayatkan hadis shahih di dalam kitabnya. Di antara dua ribu
syaikh tersebut ia telah menyeleksi
lebih dari 150 syaikh. Kemudian ia bersandar kepada sekitar dua puluh syaikh di
antara mereka. Merekalah syaikh yang paling tsiqah, paling kuat hafalannya, dan
paling tinggi sanadnya.
Diantara syaikh-syaikhnya ialah (dimulai dari
bedasarkan jumlah hadis-hadis yang diriwayatkan oleh masing-masing, dari yang
paling banyak dan seterusnya), antara lain:
No
|
Nama
|
Keterangan
|
1
|
Abu Ya’la Ahmad bin Ali bin Mutsanna al-Maushul
|
Seorang imam, hafizh, dan syaikh
Islam. Serta ahli hadis al-maushul dan seorang tsiqah serta kokoh. Kepadanya
berakhir ketinggian sanad (sanad ‘ali). Bahkan ia lebih tinggi sanadnya
daripada an-Nasa’i. Para ahli hadis memperebutkannya serta menyepakati
ke-tsiqah-an dan agamanya. Jumlah hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu
Hibban adalah 1174 hadis.
|
2
|
Hasan bin Sufyan Asy-Syaibani
|
Seorang imam dan hafizh yang
kokoh. Jumlah hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban adalah 815
hadis.
|
3
|
Abu Khalifah fadhl bin Hubab Al-Jumahi Al-Bashri
|
Imam, ‘Allamah, ahli hadis,
sastrawan, sejarawan, dan syaikh pada masanya. Jumlah hadis yang diriwayatkan
darinya adalah 732 hadis.
|
4
|
Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad Al-Azdi
|
Imam, hafizh, dan faqih. Jumlah
hadis yang diriwayatkan Ibnu Hibban darinya ialah 463 hadis.
|
5
|
Abu Abbas Muhammad bin Hasan al-Asqalani
|
Imam yang tsiqah dan ahli hadis
yang agung. Hadis yang diriwayatkan darinya 464 hadis.
|
6
|
Abu Hafs Umar bin Muhammad al-Hamdani
|
Imam, hafizh, dan pengembara.
Hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban adalah 357 hadis.
|
7
|
Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad bin Salm Al-Maqdisi
al-Firyabi
|
Imam, ahli hadis, dan ahli ibadah
yang tsiqah. Hadis yang diriwayatkan darinya 313 hadis.
|
8
|
Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah An-Naisaburi
|
Imamnya para imam, hafizh, hujjah,
faqih syaikh Islam. Hadis yang diriwayatkan darinya berjumlah 301 hadis.
|
9
|
Abu Bakar Umar bin Sa’ad bin Ahmad bin Sa’ad Ath-Tha’i
|
Imam, ahli hadis, panutan, ahli
ibadah. Hadis yang diriwayatkan darinya berjumlah 281 hadis.
|
10
|
Abu Ishaq Imran bin Musa bin Nujasti al-Jurjani
|
Imam, ahli hadis, hujjah, dan
hafizh. Hadis yang diriwayatkan darinya berjumlah 232 hadis.
|
11
|
Muhammad bin Ishaq Abu Abbas
As-Sarraj Al-Khurasani
|
Imam dan hafizh yang tsiqah.
Jumlah hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban adalah 173 hadis.
|
12
|
Abu Arubah Husain bin Muhammad
Al-Hawwani
|
Imam dan hafizh yang panjang
umurnya dan jujur. Jumlah hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban
adalah 167 hadis.
|
13
|
Husain bin Idris bin Mubarak Abu
Ali Al-Anshari
|
Imam, ahli hadis yang tsiqah,
dan petualang. Jumlah hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban adalah
136 hadis.
|
14
|
Abu Abdillah Muhammad bin
Abdurrahman Al-Harawi
|
Imam, ahli hadis yang tsiqah,
dan al-hafizh. Jumlah hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban adalah
112 hadis.
|
15
|
Abu Ja’far Muhammad bin Ahmad
An-Nasawi Ar-Rayani
|
Hafizh dan ahli hadis yang tsiqah.
Jumlah hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban adalah 99 hadis.
|
16
|
Abu Ali Husain bin Abdullah bin
Yazid al-Qaththan Ar-Raqqi
|
Hafizh dan ahli sanad yang tsiqah.
Jumlah hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban adalah 90 hadis.
|
17
|
Husain Muhammad bin Abdullah bin
Ja’far bin Abdullah bin Junaidi ar-Razi
|
Imam, ahli hadis, dan Hafizh yang banyak
memberikan faedah. Jumlah hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban
adalah 91 hadis.
|
18
|
Abdan Abdullah bin Ahmad bin Musa
bin Ziyad al-Jawaliqi Al-Ahwazi
|
Hafizh, hujjah, dan Allamah.
Jumlah hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban adalah 73 hadis.
|
19
|
Abu Ja’far Ahmad bin Yahya bin
Zuhair At-Tusturi
|
Imam, Hujjah, ahli hadis yang
pandai, tokoh para hfizh, dan syaikh Islam. Jumlah hadis yang diriwayatkan
darinya oleh Ibnu Hibban adalah 75 hadis.
|
20
|
Abu Abdillah Ahmad bin Husain bin
Abdul Jabbar bin Rasyid Al-Baghdadi
|
Syaikh dan ahli hadis yang tsiqah
serta panjang umurnya. Jumlah
hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban adalah 70 hadis.
|
21
|
Ishaq bin Ibrahim bin Ismail
Al-Busti
|
Seorang ahli hadis. Jumlah hadis
yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hibban adalah 69 hadis.
|
Mereka inilah yang paling banyak
hadis-hadisnya yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam kitabnya (Shahih Ibnu
Hibban).[9]
d)
Murid-muridnya
Murid-murid yang mengambil ilmu darinya sangat
banyak, serta untuk memperoleh sanad yang tinggi. Murid-murid mendatanginya
dari segala penjuru. Al-Hakim salah satu muridnya berkata “perjalanan kepadanya
adalah untuk mendengarkan kitab-kitabnya.”
Kecintaannya untuk menyebarkan ilmu dan usaha
kerasnya untuk menyiarkan dan mendermakan di barengi dengan firasat yang benar
dan matahati yang tajam. Sehingga ia dapat menerawangi siapa saja yang
berkompeten untuk mempelajari ilmu, lalu ia mengkhususkannya dengan perhatian
yang lebih. Karena Ibnu Hibban mencurahkan perhatiannya kepada murid yang dia
perhatikan memiliki kepandaian dan melihat tanda-tanda prestasi padanya, maka
sebagian dari murid-muridnya menjadi ulama besar dan para tokoh huffazh. Di
antara mereka:
1) Imam dan al-Hafizh Abu Abdullah al-hakim
an-naisaburi Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Hamdawaihi Adh-Dhabi,
penulis kitab al-mustadrak ‘Ala Ash-Shahihaini.
2) Abu Abdullah Muhammad bin Abi ya’qub ishaq
bin Muhammad bin yahya bin Mandah al-Abdi al-Ashfahani. Pemilik kitab ma’rifah
ash-Shahabah, at-Tauhid, al-Kuna dan lainnya.
3) Abu Hasan Ali bin Umar bin Ahmad bin Mahdi
ad-Duruqutni, salah satu lautan ilmu dan imam dunia dalam hafalan, pemahaman,
dan kewara’an. Ia adalah penyusun kitab as-Sunan al-Illal dan lainnya.
4) Abu Ali Mansur bin Abdullah bin Khalid bin
Ahmad Adz-Zuhali al-Khalidi al-Harawi.
5) Abu Umar Muhammad bin Ahmad bin Sulaiman
bin Ghaitsah an-Naquti.
6) Abu Hasan Muhammad bin Ahmad bin Muhammad
bin Harus al-Zauzani.[10]
e)
Pencapaian
keilmuannya
Di antara yang membangkitkan ketakjuban
terhadap Ibnu Hibban adalah apa yang menjadi keitimewaannya sepanjang
perjalanan dan pencariannya, berupa tekad yang tak pernah tertimpa kemunduran
dan keinginan untuk mendapatkan faedah yang tak tertandingi. Penanya tidak
pernah beristirahat dari menulis apa yang didengarkan oleh kedua telinganya
dari para masysyaikhnya. Sampai-sampai kadang ia melampaui batas dalam hal itu.[11]
Ilmu yang sanat mantap dan dikuasainya serta
paling mahir, dan menjadi salah satu dari tokohnya adalah ilmu hadis. Dia
menjadi imam, al-hafizh, Allamah yang tsiqah dan kokoh, serta menjadi peneliti
hadis.[12]
Ibnu Hibban juga seorang fuqaha (ahli fikih)
dalam mazhab syafi’i dan menjadi qhadi dalam waktu yang lama lebih dari satu
negeri, di antaranya Nasa, Samarkand, dan lainnya. Selain itu pula ia ahli
dalam bahasa arab, ilmu kalam (teologi). Karena ia mendalami teoogi, ia
terpengaruh dalam nalarnya dan memberi warna dalam pemikirannya dan tampak
jelas dalam pembagian-pembagian bab-bab, serta metode penataan kitabnya ini
berdasarkan qism-qism dan nau-nau[13]
yang merupakan salah satu buah dari keterpengaruhannya dengan ilmu kalam.[14]
Selain itu pula ia seorang ilmuwan kedokteran
dan astronomi. Sampai-sampai Ibnu hajar berkata, “ia adalah pemilik berbagai
macam ilmu, kepandaian yang melampaui batas, dan hafalan yang luas sampai ke
puncak. Semoga Allah merahmatinya.”[15]
f)
Wafatnya
Setelah mengarungi perjalanan hidup yang penuh
jihad berkesinambungan dalam perjalanan hidupnya. Ketika ia sedang berada di
engah keluarga, para sahabat, dan para
muridnya, ajal menjemputnya pada malam jum’at, delapan hari tersisa bulan
syawal, pada tahun 354 H pada usia 80 tahunan. Dia dimakamkan setelah shalat
jum’at diserambi yang telah ia bangun di samping rumahnya di daerah Bust.
Makamnya terkenal dan diziarahi banyak orang.[16]
g)
Karya-karyanya
1. At-Taqasim wa Al-Anwa`.
2. Al-Hidayah ila ‘Ilm As-Sunan.
3. ‘Ilal Auham At-Tawarikh, dalam sepuluh jilid.
4. ‘Ilal Hadits Az-Zuhri, dua puluh jilid.
5. ‘Ilal Hadits Malik, sepuluh jilid.
6. Ma Khalafa Fihi Ats-Tsauri Syu’bah, tiga jilid.
7. Ma Infarada Fihi Ahlu Al-Madinah min A-Sunan, dalam sepuluh jilid.
8. Ma Infarada Fihi Ahlu Makkah min As-Sunan, sepuluh jilid
9. Ma ‘Inda Syu’bah ‘an Qatadah wa Laisa ‘inda Sa’id ‘an Qatadah,
dua jilid
10. Ghara’ib Ak-Akhbar, dua puluh jilid
11. Ma Aghraba al-Kufiyun ‘an Al-Bashriyin, sepuluh jilid
12. Asami Man Yu’raf bi Al-Kuna, tiga jiilid
13. Kuna Man Yu’raf bi Al-Asami, tiga jilid
14. Al-Fashl wa Al-Washl dalam sepuluh jilid
15. At-Tamyiz baina Hadits Nadhar Al-Huddani wa Nadhar Al-Khazzaz, dua
jilid
16. Al-Jam’u baina Al-Akhbar al-Mutadhaddah, dua jilid
17. Washf Al-Ulum wa Anna’iha, tiga puluh jilid
18. Al-Fashl baina An-Naqalah, sepuluh jilid.
19. Ats-Tsiqât,
20. Ma’rifah Al-Majruhin min Al-Muhadditsin wa Adh-Dhu’afa wa
Al-Matrukin
21. Masyahir Ulama Al-Amshar
22. Raudhah Al-‘Uqala` wa Nuzhah
Al-Fudhala`.[17]
II. Kajian Kitab Shahih Ibnu Hibban
1. Tentang Kitab
Nama asli kitab sebelum dinamakan Shahih Ibnu
Hibban yaitu At-Taqasim wa Al-Anwa`. Nama lengkap kitab sesuai pemberian
penulisnya ialah Al-Musnad Ash-Shahih ‘Ala At-Taqasim wa Al-Anwa` min Gairi
Wujud Qath’in fi Sanadiha wa La Tsubut Jarhin fi Naqiliha (Musnad yang
shahih berdasarkan pembagian-pembagian dan jenis-jenis tanpa ada keterputusan
dalam sanadnya dan tanpa tetapnya cacat pada orang-orang yang meriwayatkannya).[18]
Nama ini disebutkan ‘Alauddin yang menata dan
membagi bab-bab kitab ini, akan tetapi ia hanya membatasi pada lafazh
At-Taqasim wa al-Anwa’. Dalam penamaan ini Ibnu Hibban mengikuti gurunya, Ibnu
Khuzaimah, yaitu al-Musnad as-Shahih al-Muttashil bi naqli al-‘Adl ‘an al-Adl
min Ghoiri Qat’in fi as-Sanadi wa la Jarhin fi Naqalah (Musnad yang shahih dan bersambung dengan
penukilan orang yang adil dari orang yang adil, tanpa ada keterputusan pada
sanad dan tanpa aib orang-orang yang meriwayatkannya).[19]
2. Latar Belakang Penulisan Kitab
Latar belakang penulisan kitab ini yaitu Ibnu
Hibban melihat banyak manusia yang berpaling dari sihah as-Sunah, banyak sekali
hal-hal aneh dan lemah masuk di dalam hadis. Atas dasar cinta Ibnu Hibban
terhadap Sunnah Rasul SAW kemudian ia mengarang kitab Shahih Ibnu Hibban ini.
kecintaannya tidak hanya terwujud dalam bentuk karyanya saja, akan tetapi ia
memberikan pernyataan; “hendaklah manusia menghafal Sunan dan berpegang teguh
dengan metode yang benar seperti yang telah dilakukan oleh ulama klasik”.[20]
3. Penamaan Shahih
Kitab ini ditahqiq oleh imam Amir ‘Alauddin
Abu Hasan ‘Ali bin Balban bin Abdullah al-Farisi al-Misri al-Hanafi (‘Alauddin
Ali bin Balban al-Farisi) yang menata ulang sistematika pembahasan yang
berdasarkan bab-bab tertentu karena sebelumnya kitab Shahih Ibnu Hibban ini belum
disusun berdasarkan penyusunan bab yang sistematik atau musnad. Sehingga
kemudian kitab ini dikenali sebagai Shahih Ibnu Hibban bi Tartib Ibn Balban
(Shahih Ibnu Hibban dengan susunan oleh Ibnu Balban).
4. Syarat-syarat Perawi Versi Ibnu Hibban
Ada lima syarat perawi yang ditetapkan Ibnu
Hibban dalam kitab Shahihnya:
a) adil dalam agama dengan Satr al-Jamil
b) jujur di dalam hadis dengan kemasyhurannya
c) hadis yang diceritakan bisa dimengerti oleh perawi
d) mengetahui kesulitan makna hadis yang diriwayatkan
jika ke-lima hal ini ada pada perawi, maka
hadisnya bisa dijadikan hujjah, tapi jika tidak, maka hadisnya ditolak.[21]
Meskipun syarat-syarat yang ditetapkan Ibnu
Hibban sangatlah ketat, pada beberapa hal justru Ibnu Hibban melanggar syarat-syarat
yang ia tetapkan. Dalam ke-tsiqahan ia lebih cenderung memberi dispensasi,
dalam jarh ia sangat ketat, sehingga Muhammad bin Fadl as-Sudusi yang dijuluki
‘Arim dan terkenal ke-tsiqahannya malah ia jarh dengan sesuatu yang tidak
pantas.[22]
[1] Alauddin Ali bin Balban al-Fari, Shahih Ibnu Hibban bit Tartib Ibn
Balban, (Beirut: Lebanon, 1997). Hlm. 7
[7] Negeri paling akhir yang
mungkin dicapai oleh seorang ahli hadis
yang sedang mencari sunnah-sunnah Nabi SAW ketika itu. Sebab setelah
dinasti Fatimiyah tidak ada peraturan ilmiah dengan dinasti ini.
[13] Artinya jenis atau genus.
Penggunaan istilah ini tidak biasa digunakan oleh para ahli hadis dan fuqaha.
[22] Ali Hamid Sa’ad bin Abdullah, Op-cit, hlm. 167
Tidak ada komentar:
Posting Komentar