Jannah dan Hubb dalam Al-Qur’an
(Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ulangan Tengah Semester)
Dosen Pengampu: H. Muhammad Chirzin
A. Jannah (surga)
Surga adalah
tempat yang penuh kenikmatan yang dijanjikan oleh Allah untuk orang-orang yang
beriman dan mengerjakan perbuatan baik sebagai ganjaran atas perbuatannya.
Surga merupakan ganjaran yang luar biasa yang disediakan Allah untuk
hamba-hamba yang dicintai-Nya dan yang taat kepada-Nya. Surga di dalam
al-Qur’an dan hadis seringkali dideskripsikan sebagai tempat yang di dalamnya
terdapat sungai yang mengalir, pohon dan buah-buahan, kasur-kasur yang tebal
lagi empuk, dipan-dipan yang indah, dan lain sebagainya. Deskripsi kenikmatan
tersebut sangatlah menarik dan benar-benar memancing hasrat masyarakat pada
saat itu. Hal ini karena konteks masyarakat Arab pada saat itu adalah kawasan
padang pasir yang gersang serta masyarakat pada saat itu terutama masyarakat
badui hidup nomaden yang sangat sulit merasakan kenikmatan sebagaimana yang
dideskripsikan oleh al-Qur’an.
Dalam kitab
Mu’jam Mufahras li alfadz al-Qur’an karya M. Fuad ‘Abdul Baqi’ disebutkan kata al-jannah
dalam al-Qur’an berjumlah 146 kata dengan berbagai bentuk derivasinya, yang
termuat dalam 142 ayat dalam 65 surat.[1]
Dalam bentuk mufrad, kata al-jannah disebut dalam al-Qur’an sebanyak 66
kali, dalam bentuk tasniah disebutkan sebanyak 7 kali, dalam bentuk jama’
disebutkan sebanyak 68 kali, menggunakan dhamir anta disebutkan sebanyak
2 kali, menggunakan dhamir huwa sebanyak 1 kali, menggunakan dhamir
ana sebanyak 1 kali, dan menggunakan dhamir hum sebanyak 1 kali.
Kata al-jannah
dalam al-Qur’an memiliki dua makna, yaitu surga dan kebun.[2]
Dalam makna surga, ayat-ayat al-jannah berkenaan dengan:
a.
Para
Penghuni Surga
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ
الْجَنَّةِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Dan orang-orang yang
beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di
dalamnya.” (Q.S. al-Baqarah: 82)
b. Kenikmatan di dalam Surga
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَنُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۖ لَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ
مُطَهَّرَةٌ ۖ وَنُدْخِلُهُمْ ظِلًّا ظَلِيلًا
“Dan orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang shaleh, kelak akan Kami masukkan
mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai; kekal mereka di
dalamnya; mereka di dalamnya mempunyai isteri-isteri yang suci, dan Kami
masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman.” (Q.S. al-Nisa’: 57)
c. Perbandingan antara Surga dan Neraka
مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ ۖ فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ
مَاءٍ غَيْرِ آسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ
وَأَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ مُصَفًّى
ۖ وَلَهُمْ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَمَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ ۖ كَمَنْ
هُوَ خَالِدٌ فِي النَّارِ وَسُقُوا مَاءً حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ
“(Apakah) perumpamaan
(penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di
dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya,
sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari
khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang
disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan
ampunan dari Rabb mereka, sama dengan orang yang kekal dalam jahannam dan
diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya.” (Q.S.
Muhammad: 15)
Dalam makna kebun,
ayat-ayat al-jannah berkenaan dengan:
a. Kebun yang subur dan menghasilkan buah-buahan yang lezat.
لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ ۖ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ
وَشِمَالٍ ۖ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ ۚ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ
وَرَبٌّ غَفُورٌ
“Sesungguhnya bagi kaum
Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah
kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah
olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu
kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang
Maha Pengampun.” (Q.S. Saba’: 15)
b. Kebun yang ditumbuhi oleh tanaman yang buahnya pahit
فَأَعْرَضُوا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ الْعَرِمِ وَبَدَّلْنَاهُمْ
بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَيْ أُكُلٍ خَمْطٍ وَأَثْلٍ وَشَيْءٍ مِنْ
سِدْرٍ قَلِيلٍ
“Tetapi mereka
berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti
kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah
pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr.” (Q.S. Saba’: 16)
Tidak semua
ayat al-Qur’an turun karena sebab, namun terkadang turun tanpa sebab, begitupun
dengan ayat yang berkenaan khusus dengan kata al jannah. Dibawah ini
akan dipaparkan beberapa riwayat yang menjadi sebab-sebab turunnya ayat yang
berkenaan khusus dengan kata al-jannah.
a. Surah Ali Imran ayat 195
فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ
ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ ۖ بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ ۖ فَالَّذِينَ هَاجَرُوا
وَأُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا
لَأُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأُدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي
مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ثَوَابًا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عِنْدَهُ
حُسْنُ الثَّوَابِ
“Maka Tuhan mereka
memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak
menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki
atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.
Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang
disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan
Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke
dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi
Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik”
Sebab turun ayat:
Abdurrazzaq,
Sa’id bin Manshur, at-Tirmidzi, al-Hakim, dan Ibnu Hatim meriwayatkan dari Ummu
Salamah, dia berkata, “wahai Rasulullah, saya tidak mendengar Allah menyebutkan
para wanita yang melakukan hijrah.” Maka Allah menurunkan firmanNya, yaitu ayat
diatas.
b. Surah al-Baqarah ayat 214
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ
الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۖ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ
وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ
نَصْرُ اللَّهِ ۗ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
“Apakah kamu mengira
bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana
halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan
kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga
berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya
pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”
Sebab turun ayat:
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat tersebut bersangkutan
dengan peristiwa perang Ahzab. Ketika itu Nabi Muhammad mendapat berbagai
kesulitan yang sangat hebat dan kepungan musuh yang sangat ketat. Ayat ini
menunjukkan bahwa perjuangan itu meminta pengorbanan.[3]
Ayat-ayat al-jannah fase makki memiliki kesamaan makna dengan fase
madani yaitu bermakna surga dan kebun. Pada fase makki, tugas Nabi Muhammad
sebagai pemberi peringatan lebih menonjol terutama berkaitan dengan persoalan
ketauhidan. Namun, ajaran ketauhidan yang disampaikan Nabi Muhammad tidak
memperoleh respon yang baik dari masyarakat Arab. Sikap ini muncul karena
kekukuhan akidah yang diajarkan nenek moyang mereka secara turun-temurun. Agar
masyarakat Arab tertarik terhadap ajaran yang dibawa Nabi Muhammad maka
al-Qur’an menawarkan al-jannah (surga) sebagai balasan atas ketauhidan
mereka kepada Allah. Al-Qur’an kemudian menggambarkan kenikmatan-kenikmatan al-jannah
(surga) secara rinci agar mereka lebih tertarik untuk mengikuti ajaran yang
dibawa Rasulullah.
Sedangkan pada fase madani telah banyak masyarakat yang memeluk
agama Islam, maka fokus tugas nabi Muhammad adalah membangun ideologi
masyarakat baru. Sehingga al-jannah (surga) pada periode ini tidak
dideskripsikan serinci fase makki. Namun, pada fase ini al-Qur’an menegaskan
bahwa seseorang yang ingin mendapatkan surga selain keniscayaan untuk beriman,
ia juga diharuskan untuk berbuat amal shalih. Ini dibuktikan di dalam surat
al-Nisa’ ayat 124 dimana kata ya’mal min al-salihat ( mengerjakan amal
shalih) diletakkan didepan kata mu’minun (beriman). Berbeda dengan fase
makki (misalnya surat al-‘Ankabut ayat 58) dimana kata aminu (beriman)
diletakkan di depan kata ‘amilu al-salihat (mengerjakan amal shalih).
Al-Jannah dalam al-qur’an memiliki dua makna yaitu surga
dan kebun. Al-Jannah yang bermakna surga dapat dipahami dengan melihat
korelasi kata al-jannah dengan
hal berikut ini:
a. Berhubungan dengan tempat tinggal Adam sebelum di bumi. (Q.S. al-Baqarah:
35).
b. Berhubungan dengan balasan bagi orang-orang yang beriman, beramal shalih.
(Q.S. al-‘Ankabut: 58).
c. Dalam konteks perbandingan dengan neraka. (Q.S. Muhammad).
d. Berhubungan dengan Isra’ wa al-Mi’raj Nabi Muhammad saw. (Q.S. an-Najm:
13-15).
Adapun al-jannah yang bermakna kebun dapat dipahami dengan melihat
korelasi kata al-jannah dengan hal berikut:
a. Berhubungan dengan kisah-kisah terdahulu.
b. Berhubungan dengan unsur-unsur kebun.
B. Hubb (Cinta)
Kata hubb adalah masdar dari habba- yahibbu-hubban yang berarti suka, kasih dan cinta. Dalam Al-Quran, kata hubb dan dengan segala derivasinya terulang sebanyak 95 kali. Hampir semuanya
bermakna cinta
atau suka. Ada beberapa kata bentukan yang bermakna biji
tumbuhan. Biji tumbuhan disebut habbah karena
memang sesuatu yang diingini dan dicintai
oleh manusia.
Kata hubb dan derifasinya dalam
al-Quran disebut sebanyak 85 kali dalam 29 surah. yaitu:
1. Al-Baqaarah : 165 (3x),
177, 190, 195, 205, 216, 222 (2x), 276.
2. Ali Imran : 14, 31
(2x), 32, 57, 76, 92, 119 (2x), 134, 140, 146, 148, 152, 159, 188
3. An-Nisa : 36, 107,
148.
4. Al-Maidah :
13, 18, 42, 54 (2x), 64, 87, 93.
5. Al-An’am : 76, 141.
6. Al-A’raf : 31, 35,
79.
7. Al-Anfal : 58
8. At-Taubah : 4, 7, 23,
24, 108 (2x),
9. Yusuf : 8, 30,
33.
10. Ibrahim : 3
11. An-Nahl : 23, 107.
12. Tahaa : 39
13. Al-Hajj : 38
14. An-Nuur : 19, 22
15. Al-Qasas : 32, 56,
76, 77
16. Ar-Ruum : 45
17. Luqman :18
18. Shad :32
19. Fushilat : 17
20. Asy-Syuara : 40
21. Al Hujurat : 7, 9, 12
22. Al-Hadid : 23
23. Al Hasyr : 9
24. Al-Mumtahanah : 8
25. As-Saff : 4, 13
26. Al Qiyamah : 20
27. Al-Insan : 8, 27
28. Al-Fajr : 20 (2x)
29. Al-Adiyat : 8
Ayat-ayat al-Quran yang mengandung kata hubb
menerangkan tentang hal-hal yang dicintai dan yang tidak disukai oleh Allah SWT
serta hal-hal yang dicintai dan yang tidak disukai oleh manusia. Allah
mencintai yang baik dan bermanfaat bagi manusia.
Orang-orang yang dicintai oleh Allah yang
disebutkan dalam Al-Quran adalah:
1. Orang Yang Bertaqwa (Muttaqin) (QS. Ali Imran: 76)
بَلَىٰۚ مَنۡ أَوۡفَىٰ بِعَهۡدِهِۦ وَٱتَّقَىٰ فَإِنَّ ٱللَّهَ
يُحِبُّ ٱلۡمُتَّقِينَ ٧٦
“(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang
menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertakwa.”
2. Orang Yang Berbuat Baik (Muhsinin) (Ali Imran: 134)
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلۡكَٰظِمِينَ
ٱلۡغَيۡظَ وَٱلۡعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ ١٣٤
“
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun
sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang.
Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
3. Orang Yang Bertaubat (Tawwabiin) (Al-Baqarah: 222).
إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلۡمُتَطَهِّرِينَ
٢٢٢
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
4. Orang Yang Membersihkan Diri (Mutatahhiriin) (Al-Baqarah: 222).
إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلۡمُتَطَهِّرِينَ
٢٢٢
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
Hal-hal yang tidak diisukai Allah adalah
hal-hal yang buruk dan mendatangkan bagi manusia, yaitu:
1. Orang Yang Berbuat Kerusakan (Mufsidin) (QS. Al-Maidah: 64)
وَيَسۡعَوۡنَ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَسَادٗاۚ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ
ٱلۡمُفۡسِدِينَ ٦٤
“Dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi
dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan.”
2. Orang Yang Berlebihan (Musrifin) (QS. Al-Anam: 141)
وَلَا تُسۡرِفُوٓاْۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِينَ ١٤١
“Dan
janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang
yang berlebih-lebihan.”
Obyek kecintaan manusia itu ada tiga, yaitu
harta benda, manusia, Allah dan sembahan lainnya. Dalam hal kecenderungan
manusia untuk mencintai harta benda dan mencintai sesama manusia dapat dilihat
antara lain dalam QS. Ali Imran: 14
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ ٱلشَّهَوَٰتِ مِنَ ٱلنِّسَآءِ وَٱلۡبَنِينَ
وَٱلۡقَنَٰطِيرِ ٱلۡمُقَنطَرَةِ مِنَ ٱلذَّهَبِ وَٱلۡفِضَّةِ وَٱلۡخَيۡلِ
ٱلۡمُسَوَّمَةِ وَٱلۡأَنۡعَٰمِ وَٱلۡحَرۡثِۗ ذَٰلِكَ مَتَٰعُ ٱلۡحَيَوٰةِ
ٱلدُّنۡيَاۖ وَٱللَّهُ عِندَهُۥ حُسۡنُ ٱلۡمََٔابِ ١٤
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”
Kecenderungan manusia mencintai tuhan yang
diyakini dan disembahnya dapat dilihat pada QS. Al Baqarah: 165.
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادٗا
يُحِبُّونَهُمۡ كَحُبِّ ٱللَّهِۖ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَشَدُّ حُبّٗا
لِّلَّهِۗ وَلَوۡ يَرَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُوٓاْ إِذۡ يَرَوۡنَ ٱلۡعَذَابَ أَنَّ
ٱلۡقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعٗا وَأَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعَذَابِ ١٦٥
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan
selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun
orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya
orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada
hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat
berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).”
Mencintai sesuatu merupakan pekerjaan batin
dimana hanya Allah dan yang bersangkutan yang tahu persis keadaannya. Akantetapi
cinta itu juga dapat ditangkap dan dirasakan dari tanda-tanda yang muncul ke
permukaan, baik dalam bentuk sikap, maupun perbuatan. Beberapa tanda yang
menjadi indikasi adanya cinta tersebut adalah mengingat, mengagumi, rela, sikap
berkorban, takut, mengharap dan taat. Semua tanda-tanda ini dimulai dengan
pengenalan terhadap obyek yang dicintai. Pengenalan secara komprehensif dan
baik terhadap sesuatu yang dicintai akan menimbulkan aktivitas berikutnya
seperti ingat, kagum dan seterusnya.
Tanda tanda tersebut akan muncul begitu ada
perasaan cinta atau suka terhadap duau objek yang dicintai. Mencintai Allah
misalnya, dapat diukur dengan tanda-tanda selalu mengingat dan menyebut nama
Allah SWT (zikir). Zikir atau mengingat Allah ini dimuali dengan ma’rifah
dngan Allah. Aktifitas zikir orang orang yang mencintai Allah tersebut antara
lain disebutkan dalam firman-Nya QS. Al-Anfal: 2
Aktifitas tersebut disertai rasa kagum
kepada Allah (al-I’jab). Kekaguman ini muncul setelah mengenal dan
mengetahui kebesaran kekuasaan-Nya. Keluasan alam ciptaannya, keaguangan dan
kebaikan nama-nama serta sifat-sifatnya. mengagumi Allah antara lain dilukisan
dalam firmannya QS. Ali Imran: 190
Sikap orang yang mencintai Allah adalah
rela dan ridha atas segala yang dibeikan, diambil kembali dan yang ditetapkan
oleh Allah SWT. Sikap ini digambarkan dalam QS. Al Baqarah: 156-157.
Dari sikap rida dan rala lahir sikap sikap
berkorban demi Allah SWT dengan segala yang dimiliki dan disanggupi, baik
dengan harta, jiwa, maupun raga. hal ini digambarkan dalam QS. Al-Baqarah: 207.
Ciri lain yang timbul adalah takut (khauf)
yang terwujud dalam perasaan harap-harap cemas. Cemas kalau-kalau permohonannya
tidak dijawab oleh Allah SWT. Sikap berharap ini disebut dengan ar-raja’.
Hal ini digambarkan dalam QS. Al-Anbiya: 90.
Sikap selanjutnya sikap yang muncul dari
perasaan cinta kepada Allah adalah taat. Sikap ini adalah konsekuensi logis
dari keinginan untuk mengikuti kehendak Dzat yang dicintai. Allah SWT berfirman
dalam QS. An-Nisa: 59 dan 80.
Kecintaan kepada Allah adalah dasar amal
salih yang benar. Amal salih yang didasari cinta akan dihayati dan dinikmati
secara mendalam, sedangkan amal salih yang dilandasi tanpa rasa cinta kan
terasa hampa dan membosankan, bahkan dapat pula merusak nilai dan hakikat
ibadah tersebut. Kecintaan kepada Allah akan menimbulkan kerelaan dan
keikhlasan dalam melaksanakan perintahnya. bahkan dengan cinta seseorang rela
mengorbankan harta, jiwa dan raga untuk mengikuti perintah yang dicintai.
Cinta mempengauhi kehidupan seseorang.
Cinta kepada Allah membuat seseorang selalu ingat dan taat kepadanya. sehingga
hidupnya berada dalam jalan yang diridhainya. Oleh sebab itu ajaran islam yang
tersimpul dalam ayat-ayat Al-Qur’an menggariskan, bahwa cinta kepada Allah adalah
cinta yang utama dan dasar cinta kepada hal-hal lainnnya.
[1] M. Fu’ad
‘Abdul baqi, Mu’jam Mufahras li Alfadz li al-Qur’an (Beirut: Dar
al-Fikr, 1992), hlm. 221-223.
[2] M.
Quraisy Shihab (dkk.), “Janna”, Ensiklopedi al Qur’an: Kajian Kosa Kata Jilid
I, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), hlm. 386-387
[3] Shaleh
(dkk.), Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat al-Qur’an
(Bandung: Penerbit Diponegoro, 2000) hlm. 68.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar